MEDAN, Eksisnews.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan gencarkan sosialisasi Pemilu Serentak, 17 April 2019. Dengan mengangkat tema Sosialisasi Pemilih Warga Berbasis Keluarga, banyak masukan dan ide yang diberikan dari warga kepada penyelenggara pemilu untuk menaikkan angka partisipasi pemilih saat acara digelar di Kantor Kecamatan Medan Kota, Jalan Stadion, Jumat (7/12/2018).
Sudirman, Warga Medan Area, menyarankan agar KPU Medan memberikan kepastian bahwa saat tanggal pemungutan suara benar-benar hari yang diliburkan untuk semua pekerja. Sebab sering kali terjadi saat pilkada atau pemilu berlangsung, hari libur hanya berlaku untuk PNS dan pekerja kantoran. Sementara untuk buruh pabrik, buruh bangunan, pekerja di mall dan plaza tetap bekerja.
“Tidak semua libur Pak. Itu yang bikin orang tidak datang ke TPS,” ujarnya.
Selain Sudirman, banyak juga warga yang menyarankan agar sosialisasi Pemilu 2019 gencar dilakukan tiga hari jelang pemungutan suara dengan cara mengumumkannya di masjid-masjid, dan rumah ibadah lainnya yang punya pengeras suara. Agar masyarakat tergerak hatinya untuk mencoblos.
Masukan yang beragam tersebut merupakan hal positif bagi KPU Medan untuk mencari solusi atas persoalan rendahnya partisipasi pemilih. Terutama terkait menyosialisasikan Pemilu 2019 hingga ke tingkat lingkungan dengan cara melibatkan warga dan menggunakan fasilitas rumah ibadah.
“Itu saran yang menarik. Meskipun di beberapa tempat sudah dilakukan tapi belum terlihat massif dan merata. KPU Medan akan mensosialisasikan hal ini serta mengundang para pengurus rumah ibadah,” ujar Komisioner KPU Medan M. Rinaldi Khair saat mengisi materi Sosialisasi Pemilih Warga Berbasis Keluarga di Kecamatan Medan Kota.
Untuk hari libur pada saat pemungutan suara, Rinaldi menegaskan sesuai Pasal 167 ayat 3, UU No 7/2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa hari pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.
Artinya, setiap perusahaan baik negeri maupun swasta, pabrik, plaza dan mall harus mentaatinya. Minimal jika ada pabrik atau perusahaan yang tidak bisa berhenti operasional, buka setelah pemungutan suara selesai. “KPU akan menyurati dan memperingatkan setiap perusahaan untuk mengindahkannya,” ujar Rinaldi.
Jika ketentuan tersebut tidak diindahkan, maka ada sanksi pidana yang dapat dikenakan seperti Pasal 510, UU No 7/2017 yang menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta. Ketentuan pidana tersebut bukan hanya berlaku bagi perusahaan umum. Pekerja informal juga dilindungi hak politiknya untuk datang ke TPS. Dalam pasal 498 UU No 7/2017 disebutkan seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja/karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali dengan alasan pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.(E2)
Komentar