EKSISNEWS.COM, Medan – Kementerian ESDM RI melalui Kantor Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengaku sudah menjelaskan saat di Mapolda Sumut terkait aktivitas pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara di luar izin/koordinat.
“Atas laporan warga bernama Sunani, teman – teman di Insektur tambang di panggil ke Polda Sumut untuk memberikan keterangan sebagai ahli (Bidang Pertambangan). Dan, benar, telah terjadi pertambangan diluar izin pertambangan,” jelas Suroyo ST Koordinator Inspektur Tambang pada Kantor Pengawas Pertamanya Mineral dan Batubara Provinsi Sumatera Utara saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Senin (9/7/2024) di Jalan Letjen Jamin Ginting Medan.
Dirinci Suroyo lagi, pihaknya sudah memastikan dengan turun ke Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara melakukan kroscek.
“Kami (Inspektur Tambang), sudah melakukan peninjauan langsung ke lapangan di Desa Gambus Laut, dan sudah mengeluarkan surat teguran, untuk sanksinya dari Gubernur (Sumut),” jelasnya.
“Dalam prosesnya, Inspektur Tambang melakukan pengawasan izin pertambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini Dinas Perindustrian Perdagangan ESDM Sumut murni mengurusi izin berusahanya.” terang Suroyo.
Pada kesempatan itu dijelaskannya, Unit Pemetaan (UP), yang ada di bawah naungan Dinas Perindustrian Perdagangan ESDM Provinsi Sumut juga berperan sangat penting dalam menentukan titik koordinat pertambangan.
Dicecar soal reklamasi, Suroyo menjawab, reklamasi itu harus sesuai dengan dokumen yang diajukan (perusahaan penambang), lalu mendapat persetujuan dan sesuai dengan peruntukkannya.”Reklamasi itu wajib (dilakukan perusahaan penambang). Jika reklamasi tidak dilaksanakan bisa diancam sanksi Pidana sesuai UU No.3 Tahun 2020,” tegasnya.
Sebelumnya, adapun yang disampaikan Koordinator Inspektur Tambang Provinsi Sumut, Suroyo di atas terkait aktivitas pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara, yang sudah berlangsung lama, hingga pada sekitar Januari 2024 lalu, warga bernama Sunani (60), didampingi pengacaranya, Dr Darmawan Yusuf SH SE MPd MH CTLA Med, melaporkan PT Jui Shin Indonesia dan PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI) ke Polda Sumut, terkait dugaan pengerusakan lahan dan pencurian pasir kuarsa dari lahan Sunani seluas sekitar 4 hektar di Desa Gambus Laut tersebut.
Polda Sumut melalui Direktorat Kriminal Umum berhasil menyita dua unit alat berat ekscavator milik PT Jui Shin Indonesia.
Lalu, sekitar satu bulan belakangan, diterbitkan Penyidik Polda Sumut lagi surat jemput/panggil paksa terhadap Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia bernama Chang Jui Fang, yang sekaligus Chang Jui Fang diketahui juga menjabat Komisaris Utama di PT BUMI karena mangkir dua kali panggilan. Meski ironinya, sampai detik ini Chang Jui Fang belum tersentuh.
Diketahui, kerjasama dua perusahaan milik Chang Jui Fang tersebut, PT BUMI melakukan aktivitas pertambangan termasuk pada lokasi di luar izin (koordinat), sedangkan PT Jui Shin Indonesia diduga sebagai penadahya.
Lalu pasir kuarsa diduga hasil pertambangan ilegal tersebut, dengan truk-truk tronton dibawa ke KIM 2 Medan – PT Jui Shin Indonesia, dijadikan salah satu bahan pokok memproduksi keramik untuk dikomersilkan.
Sempat diinvestigasi lebih dalam, ternyata aktivitas pertambangan pasir kuarsa diduga ilegal juga marak di Desa Suka Ramai, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara. Di lokasi ini tampaknya juga parah, bekas galian penambangan diduga sengaja diterlantarkan begitu saja, bentuknya mirip danau buatan, cukup lebar dan dalam, ada 4 titik di Desa Suka Ramai, dan aktivitas penambangan pasir kuarsa disitu terlihat sudah lama tidak aktif, tanpa dilakukan reklamasi dan pasca tambang.
Masih ada lagi, yakni pertambangan tanah kaolin di beberapa desa di Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan -Sumut.
Sumber menyebutkan, perusahaan pelaku penambangan tanah kaolin di kawasan tersebut (Asahan) diduga sama modusnya dengan penambangan pasir kuarsa di Kabupaten Batubara, melakukan pertambangan di luar izin (koordinat).
Hasil tambang tanah kaolin disebut dijual ke PT Jui Shin Indonesia dengan harga Rp97 ribu per tonnya. Padahal aktivitas pertambangan tersebut sudah berulangkali disampaikan ke Direktur Ditreskrmsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan, tetapi masih berlangsung hingga sekarang.
Dilapor ke Kejati Sumut, Kejagung dan KPK
Akibat kentalnya dugaan korupsi pada aktivitas pertambangan tanah kaolin dan pasir kuarsa itu, masyarakat bernama Adrian Sunjaya (Anak Sunani), dengan menggandeng Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf juga sudah melaporkan ke Kejati Sumut, Kejagung dan KPK.
Mereka menilai, akibat pertambangan diduga di luar koordinat itu, menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan menimbulkan kerugian pendapatan negara, terutama dari pajak.
Terpisah, Chang Jui Fang yang dikonfirmasi dengan sejumlah pertanyaan, mengapa selalu mangkir atas surat panggilan Polda Sumut? menjawab dengan mengarahkan kepada pria bernama Haposan. Sementara, Haposan juga sama, tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Diketahui, berdasarkan rekaman yang diterima, Haposan ini merupakan salah satu di antara tiga orang yang mendatangi rumah Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin belum lama ini.
Bersama kedua rekannya diduga menekan Kepala Desa Gambus Laut untuk membuat keterangan berbeda dengan fakta sebenarnya, tanah daerah tempat lain mau dipindahkan seolah-olah terjadi tumpang tindih dengan tanah Sunani, tetapi Kades Gambus Laut dengan tegas menolak bujukan tersebut.
Diduga lagi, tujuan Haposan Cs untuk mengaburkan penyidikan pihak kepolisian? kabarnya juga sedang proses dilaporkan oleh Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin ke kepolisian.
Adanya pernyataan dari Haposan Cs soal bekas tambang pasir kuarsa yang sudah mirip danau buatan di beberapa lokasi di Desa Gambus Laut dibuat kolam ikan, atas dasar surat kerjasama dengan Kepala Desa Gambus Laut.
Menanggapi itu, Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin membantah keras.
“Tidak benar itu, mana mungkin saya, sebagai Kepala Desa, berani melawan aturan hukum. Suruh dia tunjukkan bukti kalau ada kerjasama dengan saya untuk membuat bekas galian tambang mereka menjadi kolam ikan. Jangan mengarang-ngarang lah. Kalau bisa seperti itu, bekas galian tambang dibuat kolam ikan, nanti semua perusahaan tambang gampang, tidak usah keluar modal banyak untuk melakukan reklamasi/penimbunan kembali pasca tambang, tinggal dibuatnya MoU untuk jadi kolam ikan,” tegas Kades.
“Sudah lah, jangan banyak kali alasan, suruh tunjukan buktinya surat perjanjian yang dimaksud mereka itu, saya jamin tidak ada. Reklamasi dan pasca tambang Itu kan syarat mutlak ketika mau mengajukan izin tambang, wajib dan harus melakukannya, reklamasi,” sebutnya.
“Saya duga mereka mau pengalihan isu. Faktanya sampai sekarang bekas galian mereka di Desa Gambus Laut tidak ada yang ditutup kembali, hanya menyisakan lubang besar mirip kolam, danau buatan dimana-mana,” ujarnya.
“Sehingga ketika hujan, bisa menyebabkan air pasang, meluap airnya membanjiri pemukiman, merusak tanaman dan berbahaya bagi keselamatan manusia maupun ternak peliharaan warga disana,” kata Kades kembali.
“Saya sebagai Kades Gambus Laut, berterima kasih kepada para rekan media. Ketika viral berita tersebut, daratan yang digali sampai jebol ke sungai sudah ditutup kembali oleh mereka. Saya mengharapkan semua pihak, terutama para aktivis dan peduli lingkungan agar mau mendesak pihak yang berwenang menindak perusahaan tersebut, supaya segera melakukan reklamasi dan pasca tambang sampai 100 persen berhasil,” tutupnya.
“Keterangan saksi ahli tentunya semakin memperkuat bukti dugaan tindak pidana yang terjadi, ditambah penjebolan dari lokasi tambang sampai tembus ke sungai, meski kemudian tiba-tiba ditimbun, lalu lubang-lubang bekas galian yang tak direklamasi, jadi kita minta keseriusan aph terus mengembangkan kasusnya,” ujar Dr Darmawan Yusuf lulusan Doktor hukum predikat cumlaude USU terkait saksi ahli dari Inspektur Tambang membenarkan pertambangan di luar koordinat.
Ditanya soal dugaan dalam kasus tersebut akan ditumbalkan sebatas pekerja di lapangan yang diproses hukum? jawab Darmawan, mana bisa perusahaan hanya buang badan ke karyawannya.
“Dalam konteks korporasi, ada doktrin Vicarious Liability, apabila seseorang agen atau pekerja korporasi bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk menguntungkan korporasi, melakukan suatu kejahatan, maka tanggung jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan, dengan tidak perlu mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak, atau apakah aktivitas tersebut telah dilarang oleh perusahaan atau tidak.” kata Dr Darmawan Yusuf yang dikenal rajin memberikan edukasi hukum kepada masyarakat melalui berbagai saluran media sosialnya.
Diduga Melarikan Diri ke Tiongkok
Berita sebelum ini, Chang Jui Fang (56), diduga melarikan diri ke luar Indonesia, disebut -sebut ke negara Tiongkok.
Hal itu diduga karena Chang Jui Fang takut memenuhi panggilan Penyidik Polda Sumut.
Informasi dugaan larinya Chang Jui Fang ke luar dari Indonesia terus dicari oleh para wartawan.
Karena Chang Jui Fang tak kunjung membalas juga ketika dikonfirmasi melalui selulernya, para wartawan berusaha menemuinya di alamat yang diketahui tempat tinggal Chang Jui Fang, yakni di Jalan Walet 4, Jakarta Utara.
Sejumlah orang yang berada di kediaman yang diketahui tempat tinggal Chang Jui Fang itu mengaku Chang Jui Fang memang sudah sejak sekitar dua Minggu lalu mendadak terbang ke luar dari Indonesia.
Pihak RW Kapuk Muara mengatakan, Chang Jui Fang memang penduduknya. “Memang banyak yang nyariin nama Chang Jui Fang itu belakangan ini, semua posturnya rata -rata mirip petugas polisi,” kata Wahyu.
Dikonfirmasi ke Haposan sesuai yang diinginkan Chang Jui Fang, Haposan membantah Chang Jui Fang keluar Indonesia karena melarikan diri.”Pimpinan kami memang sedang ada business trip ke luar negeri….kira kira apa yg ingin di tanyakan atau sampaikan??” katanya.
Diketahui, dalam UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Tidak Melaksanakan Reklamasi pascatambang, izin IUP atau IUPK bisa dicabut dan bisa diancam dengan pidana penjara 5 tahun dan denda 100 miliiar rupiah.(ENC-2).
Komentar