MEDAN – Kalau anda berwisata ke Sumatera Utara, jangan lupa singgah ke Belawan.
Sebagai pelabuhan besar, Pelabuhan Belawan dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, dan menjadi salah satu pelabuhan terpenting di Selat Malaka selain Port of Klang (Pelabuhan Klang) di Malaysia. Pelabuhan Belawan menjadi salah satu pintu masuk bagi pelaku perdagangan dan pariwisata luar negeri di wilayah barat Indonesia.
Pelabuhan Belawan memiliki wilayah sekitar 12.072,33 hektar, terdiri atas beberapa pelabuhan kecil, yaitu Pelabuhan Belawan Lama, Pelabuhan Ujung Baru, Pelabuhan Citra, Terminal Peti Kemas, Konvensional Gabion, dan Terminal Penumpang. Pelabuhan ini memiliki empat dermaga besar. Bahkan, dua dermaga diantaranya mampu menampung kapal dengan bobot 7000 ton jika berlabuh di sana.
Belawan berada di arah utara Kota Medan, dengan jarak sekitar 27 km dari ibukota Provinsi Sumatera Utara tersebut. Perjalanan ke daerah ini bisa memakan waktu sekitar 1 jam dengan sepeda motor atau mobil. Jika menumpang angkutan umum cukup membayar ongkos Rp 5.000. Atau, Anda juga bisa menaiki Kereta Api Komuter Sri Lelawangsa dengan karcis hanya Rp 3.000. Selain itu, juga bisa melewati Tol Belawan jika membawa mobil pribadi.
Meski sibuk sebagai lalu lintas masuk terutama di sektor perindustrian dan perdagangan, namun Belawan tetap saja memiliki eksotisme sendiri. Puluhan kapal kecil dan besar yang bersandar di Pelabuhan Belawan tentu saja bisa menjadi pemandangan yang menarik. Apalagi jika menyaksikannya di malam hari, kerlap-kerlip lampu kapal dan penerangan di sekitar pelabuhan akan begitu mempesona dalam gelapnya malam.
Wisata Bahari
Sebagai kota pelabuhan, Belawan juga memiliki pesona tersendiri, terutama di sektor wisata bahari. Kota kecil ini seringkali menjadi tujuan warga Medan dan wisatawan lainnya yang ingin mencari lokasi pantai. Sejumlah pantai bisa menjadi destinasi untuk jadwal jalan-jalan Anda. Apalagi Pemerintah Kota Medan sendiri sedang mengembangkan daerah ini sebagai pusat wisata bahari, dengan mengandalkan potensi wisata pantai di sekitar Belawan.
Salah satunya adalah Pantai Ocean Pasific, atau juga dikenal dengan sebutan Pantai Olo. Pantai ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan setiap hari libur. Sebagai tempat rekreasi keluarga, pantai ini menjadi tujuan wisata karena pemandangan lautnya yang indah. Untuk melepas penat dan mengisi perut, Anda bisa singgah di Restoran Ocean Pasific yang menyediakan aneka ragam makanan laut (seafood) segar.
Selain itu, juga ada hiburan live music, taman bermain anak, lokasi bermain bebek air, kolam pancing, hingga penginapan keluarga. Untuk masuk lokasi pantai ini, Anda hanya cukup merogoh kocek sebesar Rp 10.000 saja bagi pengunjung dengan sepeda motor, atau Rp 20.000 bagi yang membawa mobil. Untuk permainan lainnya atau makan di restoran tentu juga dikenakan biaya lagi sesuai dengan tarif.
Tak hanya Pantai Ocean Pasific, Anda juga bisa jalan-jalan ke Desa Sicanang yang merupakan kawasan wisata mangrove. Di sepanjang bibir pantai di daerah tersebut memang ditanami dengan tanaman mangrove, untuk menghindari terjadi erosi pantai. Lokasi tanaman mangrove ini belakangan ramai dikunjungi oleh wisatawan, sekadar untuk berjalan-jalan di pinggir pantai atau memancing di laut.
Kemudian juga ada Danau Siombak yang merupakan danau buatan dengan luas sekitar 40 hektar. Danau yang berwarna kehijauan ini terletak di Kelurahan Paya Pasir, sekitar 12 kilometer sebelum Pelabuhan Belawan. Untuk masuk ke lokasi ini, cukup dengan membayar karcis seharga Rp 2.000. Di sana Anda bisa berkeliling danau dengan menaiki perahu atau speedboat, biayanya sekitar Rp 15.000 – Rp 35.000 per orang.
Wisata Belanja
Satu lagi yang membuat Belawan terkenal adalah kawasan sentra keramik impor yang berada di pusat kota tersebut. Hampir setiap hari kawasan yang berada di Jalan Simalungun dan Jalan Veteran Belawan ini ramai oleh para pemburu keramik antik. Barang-barang itu sendiri berasal dari luar negeri, namun harga jual tidaklah selangit. Harga keramik-keramik impor tersebut cukup bersahabat.
Sebagai pelabuhan internasional, banyak kapal-kapal asing yang berlabuh di Pelabuhan Belawan, seperti dari Singapura, Hongkong atau Italia. Para ABK kapal-kapal tersebut biasanya datang dan menawarkan kristal dan keramik-keramik cantik tersebut kepada para pedagang di Belawan. Bentuknya beragam, ada gelas, tempat kue, guci, vas bunga, lampu gantung dan berbagai model hiasan lainnya.
Barang-barang kristal bermerek internasional seperti Bohemia dan Ciharges itu biasanya dijual dengan harga mulai Rp 100.000 hingga puluhan juta rupiah. Sedangkan untuk keramik, biasanya jenis keramik pilar dengan motif-motif Cina, harganya mulai Rp 5.000 hingga jutaan rupiah. Jika dibeli di mal atau plaza, harganya bisa lebih mahal. Apalagi jika berburu langsung ke negara asalnya.
Konon, sentra keramik impor di Belawan ini ternyata sudah ada sejak 30 tahun yang lalu. Wajar saja jika banyak wisatawan yang datang. Bahkan yang berburu keramik dan kristal di lokasi tersebut juga datang dari luar provinsi. Selain itu, sejumlah artis dan pejabat juga pernah datang berkunjung, seperti artis Dorce Gamalama dan mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri.
Selain kristal dan kemarik impor, juga banyak ditemukan makanan dan minuman produksi luar negeri di lokasi tersebut. Meskipun beberapa diantaranya memiliki merek sama dengan produk dalam negeri, namun menurut kabar rasanya jauh lebih enak karena merupakan barang asli produksi luar negeri. Di antaranya seperti minuman kaleng Kratingdeng Red Bull dan Sunkist, makanan ringan merek Cream Crakers dan Jakobs, serta susu instan merek Milo.
Wisata Sejarah
Jika Anda datang ke Belawan dari Kota Medan dengan menggunakan jalan umum, maka juga bisa menyaksikan sejumlah situs sejarah menjelang memasuki wilayah Pelabuhan Belawan. Salah satunya adalah bangunan Masjid Al Osmani, yang berada di Jalan KL Yos Sudarso KM 19,5 Kelurahan Pekan Labuhan. Masjid bersejarah ini akan dengan mudah terlihat berdiri di pinggir jalan, sekitar 4 km sebelah utara sebelum Pelabuhan Belawan.
Masjid Al Osmani yang juga biasa disebut Masjid Labuhan dan Masjid Kuning merupakan saksi sejarah kejayaan Kesultanan Deli di masa lampau. Masjid tersebut dibangun oleh Sultan Deli VII Sultan Osman Perkasa Alam pada tahun 1854. Saat itu, pusat pemerintahan Kesultanan Deli dipindahkan dari Medan ke Labuhan oleh kakek dari ayah Sultan Osman Perkasa Alam, yaitu Sultan Deli IV Tuanku Panglima Pasutan.
Awalnya bangunan Masjid Al Osmani sendiri hanya terbuat dari kayu. Namun, 18 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1870, bangunan masjid tersebut dibangun secara permanen oleh Sultan Deli VIII Sultan Mahmud Perkasa Alam, putra dari Sultan Osman Perkasa Alam. Meski sudah beberapa kali dipugar, bangunan asli masjid tetap dipertahankan, merupakan perpaduan bangunan model Timur Tengah, India, Spanyol, Melayu, dan China.
Selain itu, tak jauh dari bangunan Masjid Al Osmani juga terdapat situs Kota Cina, yang merupakan lokasi peradaban para pedagang China yang datang ke Medan dahulu kala, sekitar abad 11. Lokasi situs Kota Cina ini berada di Kelurahan Paya Pasir, tidak jauh dari lokasi Danau Siombak. Di sekitar lokasi tersebut banyak sekali ditemukan barang-barang arkeologi berupa keramik China, koin mata uang dan replika candi.
Di sekitar lokasi situs Kota Cina ini dulunya memang menjadi pusat perdagangan Kesultanan Deli. Tak jauh dari sana, terdapat Sungai Deli yang dulunya memiliki jalur sungai yang besar, bahkan bisa dilalui oleh kapal-kapal kecil dari Pelabuhan Belawan. Menurut para peneliti, benda-benda antik yang ditemukan di sana merupakan peninggalan para pedagang tersebut. Untuk menjaganya, saat ini sudah didirikan Museum Arkeologi di lokasi tersebut. (ginja/E1)
Komentar