SIMALUNGUN – Siapa yang tak kenal dengan Tinggi Raja. Kawasan yang memadukan pesona bukit kapur, air panas serta hutan konservasi yang berada di Kecamatan Silau Kahaean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara itu sudah demikian terkenal, karena banyak media massa nasional yang menyiarkan suasana magis kawasan itu dan banyak dikunjungi oleh wisatawan.
Obyek wisata Tinggi Raja berjarak sekira 60 km dari kota Tebingtinggi. Dari kota Tebingtinggi, pengunjung menuju jalan alternatif kota Tebingtinggi-Dolok Masihul-Galang.
Namun, tiba di Simpang Kerapuh, arah kenderaan belok kiri. Kemudian, nikmatilah jalan kebupaten yang masih sulit untuk dilintasi oleh mobil. Namun bagi para ‘petualang’ sejati mereka akan menyusuri jalan itu dengan kenikmatan tersendiri.
Banyak legenda di seputar Tinggi Raja ini. Salah satu yang terkenal adalah cerita yang dikisahkan Opung Saragih yang mengaku sebagai juru kunci kawasan suaka alam dan hutan konsrvasi ini.
Opung Saragih mengisahkan, dulu di daerah itu tinggallah seorang raja yang memiliki banyak rakyat disertai jabolon (pelayan istana). Raja ini memiliki soerang puteri cantik jelita.
Kecantikannya, membuat banyak pria terpesona. Sehingga raja memingit puterinya ini dengan cara tidak membolehkannya bergaul. Seluruh kebutuhan di puteri dipenuhi sang raja dengan memberinya pelayan dan seorang nenek (oppung) yang memenuhi seluruh keinginannya. Pada akhirnya sang puteri menjadi manja.
Di kerajaan itu ada kebiasaan adat, usai memanen padi di sawah, penduduk melakukan pesta meriah dengan cara menari, menyanyi, serta berdengkerama dengan sesama, khususnya muda mudi. Namun, pesta itu terlarang untuk puteri raja.
Larangan itu membuat sedih sang puteri, setiap kali ada pesta adat. Pada pesta tahun itu, dengan perasaan kecewa sang puteri kemudian menulis surat kepada ayahanda raja dan mengirimnya melalui seekor burung.
Melihat suasana sedih yang dialami sang puteri, si oppung kemudian berinisiatif membuat pesta di kediaman sang puteri. Pesta itu berlangsung meriah dan dihadiri rakyat di sekitar kediaman sang puteri, namun pesta itu tak dketahui raja.
Akan halnya raja, saat pesta teringat pada ibu dan puterinya. Kemudian, dia mengirimkan makanan daging kepada keduanya, melalui jabolon (pelayan). Di perjalanan, ternyata jabolon itu memakan daging yang dikirimkan dan hanya menyisakan tulang.
Daging itu kemudian diganti dengan dagingkucing. Tulang-tulang dan daging kucing itulah kemudian yang sampai kepada oppung dan sang puteri.
Betapa terkejutnya oppung dan sang puteri, karena tak menyangka raja telah memperlakukan ibu dan anaknya sendiri secara tidak pantas. Keduanya merasa sedih yang teramat sangat, bahkan para dayang pengiring ikut masygul dengan kenyataan itu.
Menyadari hal itu, oppung kemudian mengajak semuanya untuk kembaili bernyanyi dan bersuka ria, seolah-olah menerima dengan senang hati pemberian raja. Salah satu nyanyian yang terus mereka sanandungkan adalah ‘manong-nong(tengelamlah) tinggi raja’ hingga menjelang pagi hari.
Tanpa mereka sadari nyanyian itu ternyata menjadi kutukan. Secara perlahan dari perut bumi membuncah air panas berbau belerang serta kapur berwarna-warni. Akhirnya air panas dan kapur itu menenggelamkan kampung raja. Raja yang belum sadar dengan kejadian itu, masih melanjutkan bercocok tanam, hingga burung yang dkirim sang puteri hinggap di pundaknya.
Membaca surat itu, raja dan permaisuri segera pulang ke kampong, tapi hanya menemukan kampung yang tenggelam. Sesal dengan keadaan itu, mereka pun masuk ke dalam air dan lenyap ditelan bumi. Hingga kini, kucing menjadi hewan keramat, karena dipandang sebagai sebab hilangnya desa tinggi raja. (E1)
Komentar