MEDAN, Eksisnews.com – Indonesia dikenal sebagai negara agraris, tetapi sangat ironis ketika semua bahan kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia masih diimpor dari luar negeri. Keprihatinan atas hal ini membuat Sugianto Makmur(47) merasa perlu berkontribusi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama yang masih mau bertahan dengan lahan pertaniannya agar tidak mudah tergoda untuk melakukan alih fungsi lahan pertaniannya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Menurut data Sawit Watch, kata Sugianto saat ditemui di Medan, Selasa (12/3/2019) luas perkebunan sawit di Indonesia saat ini telah mencapai 15,5 juta ha dengan laju ekspansi mencapai 500 ribu ha/tahun. Laju ekspansi yang dapat dikatakan cukup tinggi ini berdampak pada para petani pangan. Bagaimana bisa? Hal ini disebabkan karena ekspansi ini seringnya terjadi di lahan pertanian sehingga banyak terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan tersingkirnya para petani pangan.
“Tingginya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan kelapa sawit berdampak pada penurunan produksi pertanian serta menurunkan pula luasan lahan pertanian yang diharapkan dapat mencukupi kebutuhan bahan pokok masyarakat kita, utamanya para petani itu sendiri,” papar pria kelahiran Medan ini.
Sugianto Makmur yang memutuskan untuk ikut terjun dalam dunia politik, berpendapat bahwa seseorang yang mau terjun ke dunia politik perlu ada strategi dan program yang diusung. Memutuskan diri untuk ikut menjadi calon legislatif dari PDI Perjuangan, Dapil 12 (Binjai dan Langkat) nomor urut 8, ada dua hal yang sangat penting dalam memberikan perhatian dan pendampingan kepada masyarakat.
Hal pertama yang ingin dilakukan ke depan, lanjut Sugianto sepeti tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea kedua, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
“Kita sudah merdeka secara politik. Tetapi, cita-cita negara kita adalah mencapai masyarakat adil dan makmur dan itu belum tercapai secara merata. Kemakmuran adalah kata yang setara dengan sejahtera. Dalam hal hidup sejahtera, maka orang tersebut adalah kategori orang yang cukup, cukup makan, punya rumah, bisa beli baju dan punya dana untuk rekreasi,” papar suami dari Juliana Henny.
Seperti disampaikan di awal tulisan ini, jumlah petani di Indonesia terus menurun. Pada tahun 2014 jumlah petani masih 40%, tetapi sekarang hanya tinggal 31,86%. Menurut ideologi partai, bahwa petani itu harus kaya! Dan sangatlah penting masyarakat petani menjadi kaya dari hasil usaha taninya.
Ketika masyarakat petani kaya, kata ayah 4 anak ini, maka hasil perindustrian perkotaan akan bisa dibeli (daya beli semakin baik) yang mengakibatkan industri juga berkembang, jumlah pengangguran berkurang, tingkat kriminalitas menurun! Sudah pasti, impor juga akan berkurang.
“Kalau kita berbicara dalam konteks Indonesia, maka pemerintah lah yang harus membuat petani kaya! Bukan dengan pupuk subsidi, bukan pula dengan bantuan benih. Tapi dengan reformasi cara berpikir tentang pertanian,” tandasnya.
Lulusan Teknik Industri Itenas Bandung ini menyampaikan, ada beberapa hal yang menghalangi petani menjadi kaya; antara lain lahan terbatas, karena warisan atau kurangnya modal, biaya pengerjaan yang mahal karena semua masih manual, akses terbatas ke pasar dan akses informasi yang terbatas tentang teknologi dan trend produk yang diminati pasar.
Bila tidak ada perbaikan, tutur Sugianto maka petani akan selamanya miskin dan susah. Itu sebabnya, keterlibatan dalam Badan Partai, membuatnya jadi semakin mantap untuk membuka Pusat Pelatihan Petani dan Peternak Terpadu.
“Dalam sebutan khas partai, program ini kami sebut Sekolah Lapang. Yang dalam pelaksanaannya menggunakan dana sendiri, dimulai di Sei Mencirim, Paya Geli, di tanah seluas 11.000 m2, membuat suatu percontohan yang membangun kemandirian petani dalam mendapatkan kehidupannya dan bisa
berpenghasilan lebih baik dari sebelumnya,” tandasnya.
Program Sekolah Lapang, menurut Sugianto menyangkut rumput unggul, kolam ikan mandiri, black soldier fly sebagai sumber protein hewani, sorghum, jagung MSP dan azolla. Jenis ternak yang dipelihara adalah kerbau murrah, domba merrino, kambing ettawa, ayam kampung dan kelinci. Program yang bisa dibawa petani atau peternak tergantung kebutuhan mereka.
Umpamanya, kata Sugianto petani atau peternak di pegunungan, bisa berternak kelinci dan/atau kerbau murrah. Ternak kelinci untuk pengembangan kuliner pariwisata daerah, sedangkan kerbau murrah, susu nya bisa diolah menjadi keju mozarella.
“Untuk masyarakat pinggiran kota besar, yang masih memiliki pekarangan, bisa menanam jagung dan
belajar membuat belatung dari BSF, keduanya untuk pakan ayam kampung yang diharapkan menghasilkan telur,” kata Sugianto.
Menjual telur ayam kampung bisa menambah penghasilan masyarakat, khususnya petani. Jadi konsep menanam jagung, tetapi memanen daging dan telur, bisa diterapkan oleh petani yang selama ini hampir tergoda untuk melakukan alih fungsi lahan pertaniannya menjadi perkebunan sawit atau peruntukan lainnya. (ENC)
\
Komentar