EKSISNEWS.COM, Medan – Pemprovsu baru saja mengumumkan jumlah kuota bantuan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) percepatan penangangan covid-19 untuk Tahap I.
Dimana Kota Medan mendapatkan kuota terbesar, yaitu 128.870 KK dengan nilai bantuan sebesar Rp.225.000 per KK, sehingga totalnya mencapai Rp.28.995.750.000. Pendistribusian bantuan dilakukan berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), jadi hanya KK yang sudah masuk dalam DTKS yang akan mendapatkan.
“Namun seperti kita ketahui, penyebaran covid-19 yang semakin marak tidak hanya menyebabkan masalah besar dalam bidang kesehatan tetapi juga berdampak pada bidang ekonomi dan sosial. Dimana dengan adanya kebijakan social distancing dan physical distancing akhirnya memaksa pengusaha cafe, restoran, hotel harus tutup dan merumahkan pegawainya,” sebut Koordinator Advokasi dan Kajian Hukum Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut, Siska E. Barimbing melalui siaran persnya, Rabu (13/5/2020).
Belum lagi, sambung Siska, pekerja harian seperti supir angkot, tenaga parkir, pedagang kaki lima dan lain-lain mengalami penurunan pendapatan sehingga aktivitas perekonomian saat ini berjalan sangat lambat. Sehingga banyak orang atau keluarga yang dulunya tidak tergolong pra sejahtera, dengan pandemic ini kehilangan pekerjaan dan penghasilannya akhirnya menjadi pra sejahtera.
“Namun karena datanya tidak masuk dalam DTKS, maka ia pun tidak bisa menerima bantuan. Oleh karenanya, kriteria penerima bantuan berdasarkan DTKS ini patut divalidasi ulang. Tentunya dengan tetap mengacu pada surat edaran KPK RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Data Non-DTKS dalam pemberian Bantuan Sosial Kepada Masyarakat,” tegas Siska.
Siska juga menjelaskan, dalam surat edaran ini, KPK merekomendasikan agar penduduk yang seharusnya berhak menerima bantuan namun datanya tidak ada dalam DTKS tetap dapat menerima bantuan dengan cara data penerima bantuan baru tersebut harus segera dilaporkan ke Dinas Sosial atau Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos) Kementerian Sosial untuk diusulkan masuk ke dalam DTKS sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sehingga demikian, disebutkanya, momentum ini dapat digunakan untuk memvalidasi DTKS yang selama ini dinilai kurang valid. Jika ternyata data sudah valid namun secara fakta banyak masyarakat terdampak yang tidak mendapatkan bantuan, maka alokasi dana kelurahan dapat dipergunakan. Dan hal ini juga telah terlebih dahulu dilakukan dengan dana desa.
“Dalam kondisi saat ini, pemberian bantuan harus dilakukan dengan valid. Artinya penerima tepat sasaran dan transparan. Sehingga semua orang dapat mengawasinya, namun harus fleksibel agar masyarakat yang terdampak dan tidak masuk dalam DTKS juga mendapatkan bantuan,” terangnya.
Lebih jauh Siska mengatakan, berdasarkan hasil analisis anggaran FITRA Sumut terkait dana kelurahan dalam dokumen APBD Kota Medan tahun anggaran 2020, total dana kelurahan di 21 kecamatan di Kota Medan tahun 2020 yaitu sebesar Rp.99.954.288.000 yang bersumber dari DAU dengan jumlah 151 Kelurahan. Maka jika dirata-ratakan, per Kelurahan akan mendapatkan Rp.661. 948.927.
Berdasarkan Permendagri No. 130 tahun 2018 Tentang Kegiatan Pembangungan Sarana dan Prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, jelas Siska lagi, dana kelurahan ini dialokasikan untuk pembangunan sarana dan Prasarana dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan.
“Akan tetapi dengan semakin menyebarnya pandemi covid-19 ini, Pemko Medan dapat mengalokasikan dana kelurahan bagi masyarakat Medan yang terdampak sosial namun datanya tidak masuk dalam DTKS. Hal ini juga telah diatur dalam Permenkeu Nomor 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2020 Dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan juga telah diterapkan oleh Pemko Tasikmalaya,” ungkapnya seraya mengatakan bukan hanya Pemko Medan saja, tetapi juga Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya di Sumatera Utara juga dapat menerapkan hal serupa, sama halnya dengan dana desa.
Siska pun menyampaikan bahwa hal yang paling penting juga adalah pengelolaan anggaran penanganan covid-19 harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, perlu adanya sosialisasi dan keterbukaan informasi jenis-jenis bantuan dan dukungan pemerintah. Artinya, pemerintah harus membuka akses informasi tentang perkembangan alokasi penggunaan anggaran, informasi harus satu pintu dan ada disetiap masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi tidak hanya menyajikan informasi secara gelondongan tetapi juga harus disertai rincian dan kepastian jadwal tahapan kemana saja dialokasikan anggaran yang dipergunakan.
“Sehingga demikian, apa yang dilakukan Pemerintah dalam hal ini Gugus Tugas, dapat diawasi oleh DPRD, Aparat Penegak Hukum, dan Organisasi Masyarakat Sipil sebagaimana tertuang dalam UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik,” pungkasnya.(ENC-2)
Komentar