EKSISNEWS.COM, Medan – Saksi Toni Aquino selaku juru ukur dari PT PSU dipersidangan mengaku bahwa dirinya tidak mengukur secara keseluruhan di kebun Simpang Koje. Hal tersebut diungkapkan OK. Iskandar, SH, MH didampingi OK. M. Ibnu Hidayah, SH, MH, C.L.A selaku penasehat hukum terdakwa Ir. Heriati Chaidir setelah diluar persidangan, Kamis (2/6/2022).
“Keterangan dipersidangan dan di BAP sangat jauh berbeda. Terungkap dipersidangan tadi, saksi menegaskan dia tidak melakukan pengukuran secara keseluruhan khusus kebun di simpang koje. Artinya hanya ada beberapa sebagian kecil yang dia ukur, itupun pada saat jabatan dia masih sebagai honor di PT PSU. Kemudian ketika ada muncul masalah hukum terkait areal kehutanan ini, saksi mengatakan bahwasanya dia tidak ada lagi mengukur areal itu, dia hanya menyesuaikan sesuai koordinat dan data yang ada di kantor. Artinya mereka tidak lagi turun ke lapangan untuk mengukur keseluruhan areal itu.
Yang kedua terungkap dipersidangan ternyata juru ukur PT PSU itu tidak menggunakan peta kehutanan, untuk menentukan mana areal HPT mana areal kebun inti. Jadi artinya mereka menafsirkan sendiri, areal yang berada diluar dari peta HGU itu adalah areal kehutanan. Jadi artinya yang terungkap persidangan, inti dari semua ini, juru ukur dari PT PSU sama sekali tidak ada menggunakan peta kehutanan baik SK 44 maupun SK 579. Untuk menegaskan apakah ada atau tidak kawasan kehutanan disini. Jadi tidak ada pedoman itu di persidangan,” jelas OK. M. Ibnu
Nah mengenai keterangan saksi yang berubah-ubah ketika ditanya oleh Penasehat Hukum maupun JPU, OK. M. Ibnu menyebutkan bahwa keterangan saksi tidak sempurna.
“Ada yang tidak konsisten jawabannya, karena ada terungkap di dalam BAP, seolah-olah saksi ini melakukan pengukuran sejak tahun 2007. Ketika penasehat hukum yang bertanya dia bilang tidak ada, dia belum bekerja, katanya dia masih honor. Namun ketika ditanya lagi oleh JPU dia bilang ada, tapi ketika kita klarifikasi kembali dia bilang tidak ada. Artinya apa, keterangan yang terungkap dipersidangan dengan yang ada di BAP jauh berbeda, bahkan bertentangan bukan lagi berbeda keterangan itu. Yang kedua, ketika ditanyakan masalah kehutanan, saksi selaku juru ukur itu seharusnya paham, mana batas antara hutan dengan kebun. Bisa dia menentukan, harusnya dia menggunakan peta kehutanan, tapi kenyataannya tadi dia tadi mengatakan tidak menggunakan peta kehutanan, untuk menentukan kawasan kehutanan, nyatanya dia hanya menggunakan peta HGU dan mendapatkan informasi lisan dari BPN,” terang OK. M. Ibnu.
Tak hanya itu, OK. M Ibnu juga berharap kepada Majelis Hakim untuk memperhatikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
“Harapan kita kepada persidangan ini terutama, agar diperhatikan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, jangan hanya membaca secara sepihak dari BAP. Tentunya kita berharap keadilan terbaik dari Majelis Hakim,” tutur OK. M. Ibnu.
Sebelumnya dalam sidang lanjutan dugaan korupsi PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) Kabupaten Madina yang digelar di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (2/6/2022) beragendakan mendengarkan keterangan dari 3 orang saksi juru ukur dari PT PSU.
Ketiga saksi yakni Toni Aquino, Asmi Imran dan Dedi Chandra dihadirkan dihadapan ketua Majelis Hakim Sulhanuddin dan dua hakim anggota As’ad Lubis dan Husni Tamrin.
Dalam persidangan ketika ditanya oleh OK. Iskandar, SH, MH, saksi menjawab waktu diangkat jadi juru ukur tidak ada pendidikan sebagai juru ukur. Dan saksi menyebutkan tidak melakukan pengukuran langsung tapi tau dari data.
Saksi mengatakan bahwa ia tahu soal tapal batas hanya tau dari BPN. Luas simpang koje 3.200 hektare di simpang koje. Selain 1.800 ada lagi sekitar 400 hektare yang dikerjakan pada era Direktur (Alm) Darwin Nasution.
Selain itu saksi juga menyebutkan ia tahu kawasan simpang koje masuk kawasan hutan dari BPN. Dan saksi mengatakan hingga saat ini lahan tersebut tidak tahu siapa yang menguasai.
Saksi katakan bahwa tanahnya subur dan yang menikmati hasil hingga saat ini tetap PT PSU. Saksi juga mengaku tidak ikut melakukan pengukuran dan pada saat pengukuran, turun ke lokasi ketika dipanggil saja.
“Di Simpang tidak saya ukur tapi hanya feripikasi kordinat saja. Soal pengalaman hanya tau dari orangtua, pendidikan juga hanya tingkat SMA. Pedoman yang dilakukan dalam verifikasi kordinat hanya berdasarkan batas HGU yang ada di BPN,” cetus saksi.
Persidangan sempat memanas, JPU bolak balik membantah keterangan saksi. (ENC-NZ)
Komentar